Senin, 17 November 2014

Awal, “NAPAS” Bernapas di Tanah Pasundan

Nasional Papuan Solidarity atau yang singkat NAPAS adalah sebuah organ gerakan untuk bersuara demi rakyat Papua. Pada awalnya, Kaka Marthen Goo Dkk bentuk di Jakarta. Upaya yang dilakukan NAPAS adalah untuk menjalin solidaritas dari organ-organ kiri di Indonesia untuk bersuara akan persoalan di Tanah Papua.

Namun, tak lama kemudian, di bentuk kordinator di masing-masing Kota Studi. Kota Study Bandung dipercayakan kepada saya, dan akhirnya saya menelpon kaka Marthen untuk datang sosialisasi di Bandung. Maka, Kaka Marthe memenuhi panggilan saya. Kemudian, Kaka Mago, Kaka Jhopak, dan Kaka Dokter Pekei, lalu mulai jelaskan tentang masalah Papua, tepatnya di asrama Mahasiswa Wamene, di Rajawali Kota Cimahi.

Dua hari kemudian, Pengurus pusat di Jakarta intruksikan untuk aksi serentak soal penolakan terhadap “Operasi Militer di Papua dan Hentikan kekerasan terhada rakyat sipil di tanah Papua. Kemudian, Opsi yang di tuntut saat aksi kepada pemerintah Indonesia adalah segerah menggelar “Dialog” guna menuntas sejumlah masalah yang sedang mengancam eksitensi orang asli Papua.

Maka. Kami dari kota study Bandung, turun jalan, didepan Gedung Sate. Saya bikin spanduk, juga dipercayakan sebagai Kordinator aksi. Terlihat kondisi, mahasiswa Papua merasa ketakutan, karena aksi tersebut adalah aksi pertama kali yang kami laksanakan.

Disela aksi banyak wartawan yang datang liput berita kami. Semua pemberitaan, sesuai dengan tuntutan kami. “Syukur, aksi bisa berjalan dengan aman dan damai.

Kemudian, kami kembali ke asrama Papua dan menggelar evaluasi bersama. Namun, untuk selanjutnya. Kami selalu diskusi tentang masalah Papua. Banyak Ide-ide yang timbul pada setiap kami.

Pada sebulan kemudian,  Nasional Papuan Solidarity pusat utus Kaka Frans Tomoki untuk datang sosialisasi di Bandung.

Pada pukul 07.00 Wib tiba di asrama saya. Namun, secara tak terduga, di kabarkan melalui media massa bawah ada konfrensi untuk dukung Palestina Merdeka. Yang hadir dalam konfrensi tersebut adalah sekitar 135 negara.

 Informasi tersebut, didapat oleh salah satu wartawan MS, Mathu Badii kemudian di kabarkan kepada saya. Pas, pada malam itu juga saya ajukan surat ijin kepada pihak kepolisian, dan akhirnya pada keesok harinya kami turung jalan di depan Gedung Merdeka jalan Asia Afrika Bandung Jawa Barat.

Tuntutan kami adalah, Indonesia jangan hanya  bicara soal krisis kemanusiaan di palestina tapi segera usut tuntas soal krisis kemanusiaan yang dihadapi rakyat Papua di tanah Papua.

“Sebab, nasib yang dihadapi rakyat Palestina sama dengan Papua saat ini.
Usai aksi kami kembali ke Asrama Papua. Namun, selesai evaluasi di Asrama Papua. NAPAS diminta oleh Akamisi Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk jadi pemateri pada Seminar tentang Papua di Kampus urutan ketiga di Indonesia itu.

Selesai pertemuan dengan pihak kampus ITB. Saya langsung menelpon Kaka Marthen untuk datang menjadi pemeteri dalam diskusi itu.  Maka, Kaka Mago bersedih, namun pada minggu ketiga, Kaka Mago datang saat pelaksanaan lalu memaparkan tentang konflik Politik, Sosial dan Budaya di Tanah Papua. Pelaksanaa diskusi tersebut langsung ditayangkan melalui Televisi Paris Van Java (PJTv).

Kaka Marthen, menjelaskan kondisi Hak Asasi Manusai di Indonesia, khusus di Papua, “Wah, luar biasa Kaka Marthen kuasai pembicaraan selama diskusi berjalan, sampe para Guru Besar ITB kaku komunikasi atau salah bicara.


0 komentar:

Posting Komentar