Rabu, 04 Februari 2015

NATALAN DI TIMIKA



Oleh: Jackson Ikomou*)

TIMIKA-  Pada, 23 Desember 2014. Saya tiba di Bandara Udara, “Moses Kilangin”, Timika, dengan menggunakan pesawat Sriwijaya Air dari Jakarta. Ketika sesampai di tanah Amungsa. Di jemput Mama dan Bapa. Tak lama kemudian, pandanganku mengarahkan di bagian ratusan masyarakat yang sedang kerumun di dekat domestik wilayah Papua.

Karena penasaran saya bertanya, “Mama mereka sedang apa itu ? Kaka, itu mereka sedang urus tiket untuk pulang bernatalan di Kampung mereka masing-masing.
 Kemudian mulai melangkah pulang ke rumah pake sebuah motor milik Bapa.

Dari Bandara Udara Tiba di rumah, di Timika Indah 2 perumahan . Ketika lihat tak ada perhiasan natal. Namun, beberaba menit kemudian Bapa dan Mama ke Pasar. Pulang ke rumah, ditangan mama ada bawah beberapa perhiasan natal. Melihat hal tersebut, bikin saya tangis sejenak, untuk tutupi tangisan saya, menuju ke toilot, berpura-pura untuk  mandi.

Dinamika Kehidupan Masyarakat Tanah Amungsa

Ini hasil pantauan saya tentang “Dinamika kehidupan masyarakat di Tanah Amungsa West Papua”,  Ada tiga bidang yang menjadi unsur utama permasalahn, Yakni; Ekonomi, Budaya, dan Pendidikan. Dalam hal tersebut sangat memprihating; Sepanjang jalan raya tersusut ratusan ruko milik kaum pendatang. Tak ada satupun usaha milik orang asli Kamoro dan Amugme di Timika West Papua. Banyak kaum pendatang gelap terus mendatangi tanah amungsa di Bandara Udara.  Entah apa tujuan mereka ? Diriku bertanya, wah aneh orang-orang ni bikin kaiya dong punya daerah saja. Sepanjang jalan raya terlihat tumpukan sampah. Jalan-jalan raya rusak parah, sampe sekarang belum ada revitalisasi.  

Selain itu, Produksi  alam yang mestinya di perdagangkan orang asli Kamoro dan Amungme, dikuasai orang pendatang. Tak ada pasar tradisional bagi mama-mama asli setempat. Mama-mama asal Papua berjualan dipikir jalan dengan mengalas plastik serta menahan panas dan hujan. Pasar yang disediakan pemerintah dikuasai pendatang.

Perubahan sosial budaya terkikis akibat arus globalisasi. Banyak anak-anak asli terlantar. Warna kehidupan masyarakat di tanah amungsa sangat memprihating. Puluhan anak tak ada perhatian serius oleh Pemerintah se-tempat. Juga tak ada peraturan daerah yang mengatur untuk melindungi orang asli setempat. 

Malam, 27 Desember 2014. Saya mendatangi mol “Diana” terlihat anak-anak asli sedang mencium lem (Aibon). Untuk apa maksud dari itu, saya belum tahu. “Sangat-sangat sakit sekali menyasikan kenyataan itu. Kemudian, saya tergerak hati, lalu merampas semua botol lem yang di genggamnya  lalu buang. Usai itu, melangkah pulang ke rumah. 

Sepanjangan jalan raya, orang berjualan,  Za- tra lihat orang Papua sedang jualan di sepajangan jalan raya Timika Indah. “Anehnya, Pinang di jual kaum pendatang (Bugis, Jawa, Buton, dan lain –lain).  Pinang adalah makanan khas orang Papua  bagian pesisir pulau Papua.

Persoalan tersebut bikin saya tangis sejenak. Tempat tinggal saya tak ada diskusi-diskusi mengenai dinamika kehidupan orang Papua di tanah Amungsa. 

Eksitensi orang  Indonesia di atas tanah Papua bagaikan duri dalam daging. Namun, ingin saya tekankan bahwa; Pemerintah daerah masing-masing di wilayah Papua harus bikin Peraturan daerah untuk melindungi eksitensi atau potensi yang ada di wilayah masing-masing.
                                                                    ********

Mimika, salah satu Kabupaten di provinsi Papua.  Di jantung Kota Kabupaten ini banyak sampa beramburan di sepajang jalan. Pihak pemerintah buta melihat kondisi ini, atau kah mukin ada masalah di kubu Birokrasi. Selain Pemerintah daerah Kabuapten Mimika terdapat sebuah perusahan raksasa milik Amerikan Serikat yang beroperasi di bagian pegunungan Gesbert di Kabupaten ini. 

Di depan Gor Emeneme Yauwere tiap pagi sampa terus bersarang. Ketika saya lewat di dekat jalan itu, menutup hidung.  Bikin saya benci dengan Pemerintah setempat. 

Keberhasilan Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika

Dari beberapa sumber mengatatakan, Sejak Bupati Kabupaten Mimika yang baru,” Eltinus Komaleng SE, dilantik jadi Bupati ada perubahan sedikit. Jika dibanding dengan kepemimpinan sebelumnya.

Contoh keberhasilan yang patut di apresiasi adalah; Ijin  PT.PAL dibatalkan untuk operasi kelapa sawit di Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika. Dalam kebijakan ini, sangat baik serta harus di contohi oleh bagi beberapa kepala daerah di Provinsi Papua, yang semenang-menang ijinkan perusahan untuk operasi, akhirnya eksitensi terancam, “Jelas seorang Mama Papua, berinisial KM dari kediamannya.

Kemudian, ada pula yang mangatakan, beberapa jalan raya yang sebelum sulit untuk jangkau ke rumah kami, sekarang bisa kami jangkau. Dalam hal ini kami sangat apresiasi kepada Paitua Eltinus Komalang SE. Demikian jelas seorang mama berinisial KW.


Ironis, Anak Usia Dini Terstruktural Dalam Komunitasi Negatif

5 Januaria 2015. Suatu ketika, di sore itu, saya mendatangi, Caffe Noken,  dengan maksud untuk mengirim berita via emial. Namun, pandangan mengarah ke sampaing caffe tersebut, terlihat beberapa anak bocah sedang ramai sambil mencim lem (Aibon). Soal ini, bikin ngangis saya. Dalam kelompok ini, adik saya juga ada. 

Tak segang, saya manarik dirinya, lalu memukuli dia. Mulai saya bertanya, “Siapa yang mengajar kamu begitu ?  “Ahh, kaka za cium aibon untuk cari uang !

Dia mulai nangis. Adik saya yang berinisial SI mulai manggil teman2 untuk pukuli saya. Akan tetapi saya mulai gertak yang bersangkutan dengan ucapan keras-ku, namun Ia undurkan diri, ketika saya mengatakan, “saya dengan kakanya, ko jahu dari saya. Ko jangan ajar2 adik saya dengan cium-cium Aibon.

Sadisnya, “Mereka punya komunitas untuk saling menjaga. Jika teman mereka lagi bermasalah, teman lainnya datang untuk menolongnya. Menyakut soal ini, Aparat Kepolisian yang punya perang penting untuk tangani masalah tersebut mengabaikan. Jika proses pembiaran terjadi, kinerja kepolisian setempat di pertanyakan. Mestinya mereka harus melakukan razia terhadap keterlibatan anak usia dini dalam komunitas negatif yang sedang berkembang secara pesat di tanah Amungsa. Selain itu, Pemerintah setempat harus bikin peraturan daerah. Sebab, ini menyangkut generasi penerus bangsa untuk kedepan

0 komentar:

Posting Komentar